Bencana Ekologi Terkait Permasalahan Tambang Ilegal di Banten dan Dampaknya terhadap Ekologi
(RI) ~ Ekologi merupakan aspek yang harus dijaga dengan seksama, tanpa ada nafsu keserakahan yang merusak ekosistem. Namun, ambisi manusia dalam menguasai sumber daya sering kali mengakibatkan kehancuran lingkungan. Salah satu contohnya adalah perusakan cagar alam yang seharusnya dilindungi tetapi justru dikuasai dan dikelola secara ilegal oleh oknum-oknum tertentu.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Provinsi Banten, misalnya, memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Namun, sayangnya, pemanfaatannya masih belum tersistematis dan tidak selaras dengan administrasi yang ada. Jika regulasi dan prosedur administratif diterapkan dengan baik, kekayaan alam ini dapat dimanfaatkan secara lebih bijak dan berkelanjutan.
Regulasi yang Mengatur Pertambangan
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, aktivitas pertambangan tanpa izin resmi dilarang. Regulasi ini diberlakukan untuk mencegah perusakan lingkungan dan melindungi kepentingan negara serta masyarakat. Dinas ESDM Provinsi Banten memiliki tanggung jawab dalam mengawasi dan menindak pelanggaran di sektor pertambangan (Peraturan BPK, 2020).
Pemerintah diharapkan dapat melakukan pengawasan terhadap pertambangan berizin serta menindak tegas praktik pertambangan ilegal tanpa kompromi. Tidak ada dasar hukum yang membenarkan keterlibatan aparatur sipil negara dalam mendukung kegiatan pertambangan ilegal. Jika terbukti, mereka dapat dikenakan sanksi atas penyalahgunaan wewenang.
Kasus Tambang Ilegal di Kabupaten Lebak
Salah satu daerah yang terdampak oleh maraknya tambang ilegal adalah Kabupaten Lebak. Aktivitas tambang ilegal yang masif di wilayah ini telah menyebabkan gangguan terhadap ketertiban dan kenyamanan masyarakat setempat.
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2006 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3) seharusnya menjadi pedoman dalam kegiatan operasional tambang. Tujuan dari regulasi ini adalah menciptakan lingkungan yang tertib dan nyaman bagi masyarakat sekitar.
Seorang warga Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, berinisial “Ren” menyatakan bahwa ia dan masyarakat setempat merasa resah akibat aktivitas tambang ilegal. Banyak lahan warga yang terkena longsoran material tambang, sementara akses jalan menjadi licin akibat banyaknya truk pengangkut pasir basah yang melintas.
Regulasi yang berlaku, seperti Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, secara jelas melarang praktik penjualan pasir basah. Namun, kenyataannya, praktik ini masih marak terjadi. Pengangkutan pasir basah yang tidak terkendali juga sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas, karena jalan protokol yang digunakan tidak hanya dilalui oleh kendaraan tambang tetapi juga masyarakat umum.
Solusi untuk Menanggulangi Masalah Tambang Ilegal
Thomas, salah satu pemilik tambang pasir yang beroperasi sesuai regulasi, menyatakan bahwa ia merasa kesulitan bersaing dengan tambang-tambang ilegal yang masih menjual pasir basah. Ia berharap pemerintah segera menertibkan tambang-tambang yang masih melanggar aturan.
“Untuk bersaing dengan tambang lain yang masih menjual pasir basah, saya cukup kewalahan. Pasir kering atau pasir stok tidak memiliki banyak peminat seperti pasir basah, sehingga daya saing tidak seimbang. Harapan saya, tambang-tambang yang masih berani nakal menjual pasir basah segera ditertibkan,” – Thomas, Pemilik Tambang.
Hilmi Muhammad, Koordinator Nasional Forum Pemerhati Kebijakan (FPK), menegaskan bahwa penyelesaian masalah ekologi tidak bisa hanya mengandalkan pihak penerima manfaat sumber daya alam saja. Pemerintah daerah hingga pusat harus bekerja sama agar regulasi yang ada dapat diterapkan dengan maksimal.
“Solusi untuk mengatasi persoalan ekologi tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Pemerintah dari tingkat daerah hingga pusat harus bekerja sama dan memastikan regulasi berjalan dengan baik. Dengan begitu, penambang tidak akan lagi mencari celah untuk melakukan praktik ilegal,” – Hilmi Muhammad, Koordinator Nasional FPK.
Kesimpulan
Dari permasalahan ini, dapat disimpulkan bahwa keseimbangan antara kepentingan pengusaha tambang, masyarakat, dan pemerintah harus dijaga. Jika semua pihak dapat bekerja sama dalam mematuhi regulasi dan menjaga komunikasi yang baik, maka industri pertambangan dapat berjalan dengan lebih berkelanjutan tanpa menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
Solusi ini diharapkan dapat memastikan bahwa masyarakat tidak terdampak negatif, pengusaha tetap dapat menjalankan bisnis mereka secara legal, dan pemerintah dapat menegakkan hukum dengan baik demi keberlanjutan lingkungan hidup.