(RI) ~ Desa Malaka merupakan gerbang pariwisata melalui jalur barat Kabupaten Lombok Utara karena berbatasan langsung dengan daerah Senggigi, Kabupaten Lombok Barat. Desa Malaka memiliki keindahan geografis yang cukup lengkap karena adanya pantai, laut, gunung, dan bukit yang indah, sehingga banyak sekali penginapan, hotel, restoran, serta tempat-tempat wisata yang bagus.
Hal ini membuat daerah Malaka menjadi tujuan kunjungan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Masyarakat Desa Malaka sendiri kebanyakan menjadikan laut sebagai sumber ekonomi; ada yang menjadi nelayan, pemandu wisata bagi para wisatawan, dan pedagang di sekitar wilayah pantai. Hal ini menjadikan Desa Malaka sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Lombok Utara.
UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengatur berbagai aspek kepariwisataan, termasuk pembangunan infrastruktur yang mendukung pariwisata. Dalam undang-undang ini dijelaskan pentingnya infrastruktur yang memadai untuk mendukung kegiatan pariwisata. Namun, secara empiris, undang-undang ini tidak sesuai dengan fakta lapangan yang terjadi di Desa Malaka hari ini karena infrastruktur yang masih belum memadai.
Ketimpangan seperti ini merupakan bentuk ketidakadilan pembangunan yang tidak struktural dan tidak merata. Jangan sampai pemerintah daerah Lombok Utara hanya berfokus pada pembangunan di titik pusat perkotaan, sementara daerah pinggiran seperti Desa Malaka diabaikan. Ini bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi pemerataan pembangunan adalah bentuk keadilan pemerintah daerah dalam mewujudkan pembangunan yang merata.
Ada beberapa infrastruktur yang masih belum terealisasi di daerah Malaka hari ini, yaitu gapura pembatas wilayah dan lampu penerangan jalan. Di daerah Desa Wisata Malaka, dua infrastruktur ini sangat mendasar dan penting bagi masyarakat, namun hingga kini masih belum direalisasikan. Kawasan daerah pariwisata dalam kondisi jalan raya yang gelap gulita tanpa penerangan sama sekali tentu mengakibatkan kondisi rawan kecelakaan dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi tindakan kriminalitas.
Seringkali juga terdengar masyarakat Desa Malaka mengeluh soal penerangan lampu jalan; ada yang sampai tidak berani lewat kalau malam karena takut akan terjadi hal-hal yang membahayakan. Padahal ternyata selama ini, setiap pembelian token listrik warga dipotong PPJ (Pajak Penerangan Jalan) sebesar 10%. Desa Malaka memiliki jumlah penduduk sekitar 10.000 jiwa, ditambah lagi PPJ dari hotel, penginapan, dan usaha pariwisata lainnya yang jumlahnya berpuluh-puluh. Pertanyaannya, ke mana PPJ 10% dari masyarakat selama ini? Mengapa urusan penerangan lampu jalan masih belum terealisasikan ?
Kemudian, yang menjadi keluhan masyarakat Desa Malaka juga adalah ketiadaan gapura sebagai gerbang wilayah yang memiliki potensi pariwisata yang besar. Gapura ini bukan sekadar bangunan ucapan selamat datang, tetapi merupakan simbol identitas dan integrasi wilayah. Pembangunan gapura di daerah pariwisata Desa Malaka sampai saat ini belum juga direalisasikan oleh pemerintah daerah.
Hal ini menunjukkan kurangnya dukungan pemerintah daerah terhadap wilayah pariwisata dalam hal infrastruktur. Padahal, seharusnya dukungan pemerintah daerah di sektor pariwisata sangat penting karena selain membantu sektor pariwisata semakin berkembang dan maju, kunjungan wisatawan juga akan meningkat. Hotel, penginapan, restoran, dan sebagainya pun akan ikut bertumbuh. Pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar pariwisata akan membaik. Tentu keadaan ini juga akan menambah pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi daerah.
Ketimpangan pemerataan pembangunan yang terjadi hari ini adalah bentuk ketidakadilan pemerataan pembangunan yang tidak struktural. Padahal, anggaran pembangunan infrastruktur daerah setiap tahun terus meningkat, tetapi alokasi untuk wilayah perbatasan seperti Malaka tidak ada kejelasan. Seharusnya pemerintah daerah mengambil tindakan timbal balik terhadap masyarakat daerah pariwisata sebagai penyumbang PAD dari sektor pariwisata. Hal ini juga sudah diatur dalam UU No. 10 Tahun 2009 bahwa pemerintah harus mendukung penuh daerah pariwisata dalam hal-hal infrastruktur.
September Kelam yang Tak Pernah Usai
Jakarta, 1 September 2025. Malam itu, kantor kecil Lokataru Foundation masih terang. Delpedro Marhaen, seorang pejuang demokrasi, duduk di depan...
Dapur MBG Yayasan Ijah Arif Walbarokah Sudah Sesuai SOP
(RI) ~ Pasir Gendok, Mandala – Upaya pemenuhan gizi bagi peserta didik merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan...
Kepemimpinan Iqbal–Dinda: Menakar Visi, Misi, dan Arah Pembangunan NTB
Setiap warga Negara memiliki hak yang sama dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Kritik sosial merupakan salah satu bentuk komunikasi...
Menguak Tabir Gerakan Sosial: Tinjauan Kritis atas Teori Deception Warfare dalam Aksi Demonstrasi di Indonesia
(RI) ~ Fenomena demonstrasi sebagai bentuk manifestasi dari gerakan sosial, sering kali dipahami sebagai ekspresi murni dari ketidakpuasan kolektif terhadap...
Tuntutan Rakyat Tertutup Framing Anarkis
(RI) ~ Aksi unjuk rasa pada 30 Agustus di Nusa Tenggara Barat (NTB) bermula di Mapolda NTB dengan agenda utama...