Ruang Intelek
  • HOME
  • SHOP
  • HOT
  • OPINI
  • POPULER
  • TEORITIK
  • TUTORIAL
No Result
View All Result
  • HOME
  • SHOP
  • HOT
  • OPINI
  • POPULER
  • TEORITIK
  • TUTORIAL
No Result
View All Result
Ruang Intelek
No Result
View All Result
  • HOME
  • SHOP
  • HOT
  • OPINI
  • POPULER
  • TEORITIK
  • TUTORIAL
Home HOT

Judicial Activism dalam Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pemilu 2029

Problematika Konstitusional yang Mengemuka

Ruang Intelek by Ruang Intelek
Juni 28, 2025
in HOT
0

(RI) ~ Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 mengenai pemisahan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mulai tahun 2029 telah menimbulkan perdebatan luas. Perdebatan ini tak hanya berkisar pada aspek teknis penyelenggaraan pemilu, tetapi juga menyentuh ranah yang lebih fundamental: konstitusionalitas dan batas kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif. Putusan tersebut mengatur agar Pemilu Presiden, DPR, dan DPD dilaksanakan terlebih dahulu, lalu disusul Pemilu Kepala Daerah dan DPRD dengan jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun.

Walau Mahkamah mengklaim tujuannya adalah menyederhanakan tahapan pemilu dan meningkatkan kualitas demokrasi lokal, pendekatan yang ditempuh justru mencerminkan praktik judicial activism. Ini merupakan tindakan yudikatif yang tak sekadar menafsirkan hukum, tetapi juga menciptakan norma baru dengan dampak struktural terhadap sistem ketatanegaraan.

Judicial activism dalam konteks Mahkamah Konstitusi Indonesia memunculkan persoalan serius, sebab Mahkamah idealnya berfungsi sebagai penguji konstitusionalitas undang-undang, bukan sebagai perancang kebijakan. Ketika MK tidak hanya membatalkan norma, tetapi juga menyusun norma baru serta menetapkan batas waktu pelaksanaan pemilu, maka hal tersebut melampaui prinsip dasar trias politica dalam UUD 1945.

Dalam putusan ini, Mahkamah tidak hanya menyatakan bahwa pemilu serentak bertentangan dengan prinsip demokrasi substantif, tetapi juga memberikan arahan teknis kepada pembentuk undang-undang terkait interval pelaksanaan pemilu nasional dan daerah. Padahal hal tersebut seharusnya menjadi ranah legislatif. Tindakan tersebut mencerminkan perluasan kekuasaan yudisial yang rawan menabrak prinsip konstitusional.

Lebih lanjut, substansi putusan MK ini mengandung unsur ultra petita, yakni Mahkamah memutuskan perkara di luar ruang lingkup yang dimohonkan oleh para pemohon. Dalam kasus ini, para pemohon hanya mempertanyakan konstitusionalitas pemilu serentak. Namun Mahkamah justru melangkah lebih jauh dengan menetapkan arsitektur baru pemilu ke depan.

Dalam kerangka negara hukum, tindakan semacam ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya pengambilalihan peran legislatif oleh lembaga yudikatif. Apalagi, Mahkamah tidak tunduk pada mekanisme akuntabilitas elektoral sebagaimana halnya parlemen. Ironisnya, pertimbangan Mahkamah justru berangkat dari alasan teknis seperti beban kerja dan kompleksitas logistik.

Konsekuensi dari judicial activism ini juga terasa pada level praktis. Ketika MK tidak memberikan panduan transisi yang memadai terkait perbedaan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah, muncul kekosongan hukum yang signifikan. Siapa yang akan memegang jabatan kepala daerah dan anggota DPRD di antara jeda waktu tersebut? Apakah masa jabatan mereka diperpanjang, diisi oleh penjabat, atau dilakukan pemilu ulang ? Ketidakjelasan ini membuka celah politisasi dalam penunjukan penjabat kepala daerah oleh pemerintah pusat.

Hal ini berpotensi merusak prinsip otonomi daerah serta netralitas birokrasi. Maka, putusan yang terlihat teknokratis ini pada akhirnya memunculkan implikasi politis yang tidak kecil.

Lebih dalam lagi, praktik judicial activism semacam ini dapat mengancam legitimasi institusional Mahkamah Konstitusi. Ketika Mahkamah mengambil peran terlalu jauh dalam menentukan arah kebijakan publik, kepercayaan publik dapat terguncang.

Mahkamah bisa dipersepsikan bukan lagi sebagai penjaga konstitusi yang netral dan objektif, melainkan sebagai aktor politik terselubung. Dalam sistem demokrasi konstitusional, batas antara tafsir hukum dan pembentukan hukum harus dijaga secara ketat. Bila batas ini dilanggar, maka sistem checks and balances terganggu dan prinsip rule of law terancam digantikan oleh rule by judges.

Putusan MK terkait Pemilu 2029 pun menjadi studi kasus penting dalam memahami dinamika ketatanegaraan di Indonesia. Ia memperlihatkan bagaimana praktik judicial activism, meski terkadang muncul sebagai solusi pragmatis atas kebuntuan kebijakan, justru dapat menciptakan problematika konstitusional yang lebih dalam.

Dalam sebuah negara hukum yang demokratis, setiap lembaga negara harus beroperasi dalam rel kewenangannya masing-masing agar sistem tetap berjalan seimbang dan stabil. Konstitusi harus tetap menjadi fondasi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa itu, seluruh tatanan demokrasi bisa mengalami disorientasi yang berkepanjangan.

Di penghujung catatan ini, penting untuk menegaskan kembali pentingnya memperkuat batas kewenangan Mahkamah Konstitusi. Hal ini bisa dilakukan melalui revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur wewenang MK, serta memperkuat sistem kontrol terhadap putusan-putusan ultra petita.

Transparansi dalam penyusunan dan argumentasi putusan juga perlu ditingkatkan, agar setiap langkah Mahkamah bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan publik. Ke depan, Mahkamah Konstitusi diharapkan lebih menekankan prinsip judicial self-restraint. Tujuannya agar tidak melampaui peran konstitusionalnya dan tetap fokus sebagai penjaga konstitusi, bukan perancang sistem politik nasional.

Previous Post

Semangat Hijrah Tak Luntur oleh Hujan: Warga Dusun Bentek Meriahkan 1 Muharram

Next Post

LDS Gelar Diskusi Ruang Tengah Bahas Putusan MK

Ruang Intelek

Ruang Intelek

Next Post
LDS Gelar Diskusi Ruang Tengah Bahas Putusan MK

LDS Gelar Diskusi Ruang Tengah Bahas Putusan MK

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • About
  • Privacy Police
  • T.O.S
  • Contact
  • Sitemap
  • Disclaimer

© 2025 By : Ruang Intelek

No Result
View All Result
  • HOME
  • SHOP
  • HOT
  • OPINI
  • POPULER
  • TEORITIK
  • TUTORIAL

© 2025 By : Ruang Intelek