Mataram, 4 Juli 2025 — Suasana pasca-Pemilihan Raya (Pemira) Universitas Mataram (UNRAM) memanas usai salah satu tim pasangan calon (paslon) melayangkan kritik tajam terhadap tafsir hukum yang dikeluarkan Tim Hukum universitas. Tafsir tersebut dinilai tidak objektif dan dianggap menyimpang dari prinsip-prinsip hukum administrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam pelaksanaan demokrasi kampus.
Dalam keterangannya, juru bicara tim paslon menilai Tim Hukum Universitas keliru menerapkan asas hukum dengan lebih mengutamakan peraturan yang bersifat umum dibandingkan aturan teknis khusus. Mereka menegaskan bahwa dalam konteks Pemira, prinsip lex specialis derogat legi generali — di mana peraturan yang bersifat khusus mengesampingkan yang umum — semestinya berlaku.
> “Jelas ini persoalan tentang kekhususan aturan. Juknis (Petunjuk Teknis) Pemira yang disusun KPRM adalah aturan teknis pelaksanaan yang spesifik, sehingga posisinya sebagai lex specialis harusnya diakui. Ironisnya, Tim Hukum justru membalik logika hukum tersebut,” kata juru bicara tim paslon.
Tim paslon juga menyoroti sikap Rektor UNRAM yang dinilai tidak bijak karena secara terbuka mengamini tafsir Tim Hukum tersebut tanpa melalui kajian mendalam ataupun membuka ruang dialog bersama pihak terkait, termasuk Panitia Pemira (KPRM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM).
> “Rektor seolah mengesahkan satu versi tafsir yang masih penuh perdebatan. Padahal kampus seharusnya menjunjung tinggi prinsip diskusi dan klarifikasi sebagai wujud nilai-nilai akademik,” ungkap salah satu mahasiswa Fakultas Hukum UNRAM.
Lebih jauh, tim paslon juga menyebutkan munculnya dugaan ketidaknetralan sebagian anggota Tim Hukum universitas. Mereka menduga keputusan hukum tersebut tidak dilandasi proses kajian yang transparan dan kritis.
> “Yang kami pertanyakan bukan hanya hasil akhirnya, tapi juga proses berpikir hukumnya. Kalau cara bacanya salah, seluruh argumentasi pun rapuh. Ini bukan sekadar merugikan paslon, tetapi mencederai integritas demokrasi kampus,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Rektorat belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait tudingan tersebut. Sementara itu, tekanan dari berbagai elemen mahasiswa dan organisasi kampus terus menguat. Mereka mendesak agar dilaksanakan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Pemira, legalitas peraturan yang digunakan, serta dibukanya ruang dialog terbuka untuk merumuskan solusi berbasis keadilan hukum.