(RI) ~ Kampus secara sederhana adalah tempat pendidikan formal bagi mahasiswa yang dipantau oleh dosen. Kampus juga dapat disebut sebagai laboratorium insan akademis.
Insan Akademis adalah seseorang yang memiliki kemampuan di bidang akademik, namun dalam konteks ini lebih mengerucut kepada mahasiswa.
Ruang Formal adalah tempat atau media pendidikan yang bersifat kaku, tidak fleksibel, dan sering kali membosankan. Sistem ini cenderung mencetak peserta didik secara linear tanpa banyak variasi dalam pendekatan pembelajaran.
Relaksasi Sebelum Membahas Lebih Dalam
Oke sob, sebelum kita membahas lebih dalam, tarik napas dalam-dalam melalui hidung, tahan selama 5 detik, lalu hembuskan melalui mulut agar lebih rileks dan santai.
Kisah Mahasiswa dan Ruang Formal
“Seorang mahasiswa tidak hadir saat jam pelajaran karena mengikuti aksi ke Dinas Perdagangan untuk menumpas pungli di pasar. Ia telah meminta temannya untuk menyampaikan izin kepada dosen. Namun, keesokan harinya, ia diberitahu bahwa izin tersebut ditolak karena bukan merupakan ‘urusan kampus’. Mahasiswa itu menanggapi dengan satire, ‘Hehe, izin urusan keluarga saja diperbolehkan, tapi giliran aksi sosial malah dilarang.’ Baginya, dosennya tidak memahami sejarah mahasiswa Indonesia.”
Apa pendapat kalian ?
Mungkin beberapa dari kalian berpikir bahwa mahasiswa tersebut seharusnya meminta izin langsung kepada dosennya. Namun, inti permasalahannya bukanlah izin itu sendiri, melainkan pernyataan dosen bahwa aksi tersebut ‘bukan urusan kampus’.
Padahal, Tri Dharma Perguruan Tinggi jelas mencantumkan pengabdian kepada masyarakat sebagai salah satu tugas utama mahasiswa. Mengapa hal ini sering kali hanya menjadi slogan tanpa implementasi nyata?
Sejarah dan Peran Mahasiswa
Pada awal abad ke-19, Indonesia menghadapi wabah penyakit sejenis cacar. Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah kedokteran gratis bagi pribumi, yang dikenal sebagai STOVIA. Dari sanalah lahir organisasi Boedi Oetomo, yang tidak hanya berfokus pada kesehatan masyarakat tetapi juga memperjuangkan perubahan melalui kecerdasan akademik, menggantikan perlawanan fisik dengan strategi intelektual.
Sejarah ini membuktikan bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam perubahan sosial. Namun, di zaman sekarang, mahasiswa yang bersuara justru sering mendapat sanksi, yang pada akhirnya menciptakan pembungkaman dan ketakutan. Bukankah ini bertentangan dengan hakikat mahasiswa?