(RI) ~ Mengenal Tuhan dengan Seyakin-yakinnya, Awaluddin merupakan buku yang menjelaskan tentang sifat dua puluh yang wajib diketahui oleh kita selaku umat-Nya kepada Allah SWT.
Buku tersebut menjelaskan hal yang paling wajib atas manusia: mengenal Sang Khalik dengan keyakinan yang penuh, tanpa ada keraguan sedikit pun di dalamnya.
Dikutip dari buku sifat dua puluh bahwa: “Awwalu Wajibin ‘Alal-Insani, Huwa Ma’rifatullahi Bi-Istiqooni” (sumber: Kitab Zubad). Dengan insyaf dan sadar bahwa meyakini seyakin-yakinnya akan adanya Sang Pencipta.
Terkadang manusia lupa akan tugas sebenarnya diturunkan ke bumi, sehingga merasa hampa dan gundah dalam menjalankan rotasi siang dan malam—bukan lagi tentang ukhrawi, melainkan duniawi yang ditunjang hawa nafsu sehingga menjalar keimanan. Semakin dikejar maka semakin fana, karena tidak lain pondasi akan dasar dari sebuah bangunan yang rapuh, mudah digulingkan dengan terpaan angin.
Fundamental beragama menjadi terabaikan karena sibuknya mencari duniawi, mengejar yang tidak pasti dan mengabaikan yang sudah jelas akan terjadi. Semua ini bukan semata-mata menyerah dan pasrah terhadap ketentuan Yang Kuasa dengan bermalas-malasan di dalam kesunyian, melainkan keikhlasan dengan apa yang sudah dikehendaki tanpa ada bantahan walau sebesar biji sawi pun.
Teringat petuah leluhur dahulu yang menyatakan: “Kalau ngantuk jangan tidur, kalau lapar jangan makan,” ujarnya. Jelas ini sebuah makna akan usaha yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan, bukan lagi bersantai dan terlena dengan euforia semata.
Terombang-ambing dalam kehampaan maupun kegelisahan merupakan penyakit yang paling sakit dirasakan, karena hanya bisa diobati salah satunya dengan syukur. (Syekh Nawawi Al-Bantani)
Halal, haram, sunah, makruh, dan mubah jika sudah menjadi satu kewajaran dalam kata “zaman sekarang”, merupakan awal dari kehancuran dalam kesadaran akan hitoh yang sebenarnya harus ditegakkan.
Semua merasionalkan bahwa hal ini biasa terjadi, padahal kesalahan tetap menjadi musuh buta yang harus diperangi tanpa terkecuali.
Perzinahan, perjudian, mabuk-mabukan, perampokan, makanan yang diharamkan—semua sudah dilawan hingga tidak nampak adanya batasan. Kebebasan menjadi landasan bahwa kita manusia merdeka, jadi bebas melakukan segala hal. “Urus saja urusan kalian, yang terpenting tidak merugikan,” ujarnya (anonim). Membuat semakin yakin pentingnya ajaran tauhid yang kokoh untuk setiap langkahnya, agar tidak terjerumus dalam tirani kegelapan.
Rata-rata tertuju pada kebutuhan perut (Biologis) dan gaya tren yang semakin berkembang pesat (Kekinian). Namun, sangat disayangkan tidak diimbangi dengan ajaran keagamaan yang kental, sehingga menjadi laksana perbudakan zaman itu sendiri.
September Kelam yang Tak Pernah Usai
Jakarta, 1 September 2025. Malam itu, kantor kecil Lokataru Foundation masih terang. Delpedro Marhaen, seorang pejuang demokrasi, duduk di depan...
Dapur MBG Yayasan Ijah Arif Walbarokah Sudah Sesuai SOP
(RI) ~ Pasir Gendok, Mandala – Upaya pemenuhan gizi bagi peserta didik merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan...
Kepemimpinan Iqbal–Dinda: Menakar Visi, Misi, dan Arah Pembangunan NTB
Setiap warga Negara memiliki hak yang sama dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Kritik sosial merupakan salah satu bentuk komunikasi...
Menguak Tabir Gerakan Sosial: Tinjauan Kritis atas Teori Deception Warfare dalam Aksi Demonstrasi di Indonesia
(RI) ~ Fenomena demonstrasi sebagai bentuk manifestasi dari gerakan sosial, sering kali dipahami sebagai ekspresi murni dari ketidakpuasan kolektif terhadap...
Tuntutan Rakyat Tertutup Framing Anarkis
(RI) ~ Aksi unjuk rasa pada 30 Agustus di Nusa Tenggara Barat (NTB) bermula di Mapolda NTB dengan agenda utama...