Ruang Intelek
  • HOME
  • SHOP
  • HOT
  • OPINI
  • POPULER
  • TEORITIK
  • TUTORIAL
No Result
View All Result
  • HOME
  • SHOP
  • HOT
  • OPINI
  • POPULER
  • TEORITIK
  • TUTORIAL
No Result
View All Result
Ruang Intelek
No Result
View All Result
  • HOME
  • SHOP
  • HOT
  • OPINI
  • POPULER
  • TEORITIK
  • TUTORIAL
Home HOT

PMII Mataram: Menanti Nakhoda yang Lurus Niat dan Tajam Nalar

Ruang Intelek by Ruang Intelek
Agustus 7, 2025
in HOT
0

(RI) ~ PMII Cabang Mataram saat ini ibarat kapal besar yang tengah berlayar tanpa nakhoda resmi. Masa berlaku Surat Keputusan (SK) kepengurusan telah habis sejak Mei lalu. Namun hingga awal Agustus, riak-riak menuju Konfercab — sebagai forum tertinggi dan mekanisme konstitusional untuk pergantian kepemimpinan — belum juga tampak.

Hanya terdengar kabar angin bahwa Konfercab akan digelar akhir Agustus. Tapi, seperti biasa, isu itu hanya beredar dalam bisik-bisik warung kopi — bukan dalam forum-forum kaderisasi yang terbuka, transparan, dan bertanggung jawab.

Organisasi Tanpa Daya Kritis

Kondisi ini mencerminkan satu hal penting: PMII Mataram sedang kehilangan daya kritisnya. Bahkan lebih dari itu, kehilangan sense of urgency terhadap dinamika internal sendiri. Ini bukan sekadar stagnasi administratif, tetapi kegagalan kolektif dalam menjaga marwah organisasi — yang katanya berasaskan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah, berpijak pada Islam Rahmatan lil Alamin, serta menjunjung tinggi komitmen intelektual, kultural, dan sosial.

Siapa yang Layak Menjadi Nakhoda?

Pertanyaannya kemudian: Siapa yang layak memimpin PMII Mataram ke depan?

Perlu disadari, Mataram bukan kota biasa. Ia adalah simpul peradaban, pusat geliat intelektual kampus, sekaligus ruang kontestasi gagasan antarorganisasi. Maka, memimpin PMII di kota ini bukan perkara mudah. Ia harus mampu mengartikulasikan aspirasi kader, menjawab tantangan zaman, dan menjaga organisasi dari infiltrasi kepentingan pragmatis.

Tak cukup hanya bermodal wacana kaderisasi. Butuh integritas. Butuh keberanian. Butuh kejernihan niat.

Godaan Kekuasaan dan Tantangan Zaman

Menjadi pemimpin PMII hari ini bukan perkara ringan. Godaan begitu banyak: pencitraan di media sosial, relasi dengan elite kampus, hingga tekanan kepentingan dari luar yang ingin menunggangi organisasi ini demi ambisi politik atau agenda pribadi.

Maka sosok pemimpin ke depan harus mampu membaca peta sosial Mataram secara jernih dan adil, sembari menjaga akar ideologis organisasi tetap hidup dalam tindakan nyata.

Ia tidak boleh menjadikan kader sebagai komoditas. Tidak boleh menjadikan PMII sebagai alat negosiasi politik. Tidak boleh menukar idealisme dengan posisi atau jabatan.

Karena sekali organisasi ini ditukar dengan kepentingan duniawi, maka kita bukan lagi berjuang dalam jalur pergerakan, melainkan sedang menumpang hidup dari institusi yang dibangun dengan darah dan air mata para senior — yang dulu benar-benar berjuang dengan niat lillahi ta’ala.

Konfercab: Jangan Jadi Panggung Elitis

Konfercab ke depan harus dijaga dari pertarungan kepentingan. Jangan jadikan forum ini sebagai turnamen elite yang dipenuhi kompromi, manuver, dan transaksi. Kembalikan Konfercab sebagai medan adu gagasan, tempat lahirnya kader pemimpin yang punya visi pergerakan — bukan sekadar visi pencitraan.

Sudah cukup kita melihat kader yang naik karena lobi, tapi nihil prestasi. PMII bukan tempat magang kekuasaan.

Pemimpin Sebagai Pengabdi, Bukan Pedagang

PMII kini butuh pemimpin yang sadar bahwa jabatan ini bukan ruang kemewahan, tapi ladang pengabdian. Sosok yang mengerti bahwa memimpin organisasi ini bisa menjadi jembatan menuju surga — bighairi hisab — jika dikelola dengan niat yang lurus dan penuh tanggung jawab.

Bukan mereka yang silau dengan pujian. Bukan yang tunduk pada tekanan. Dan bukan pula yang menjual PMII demi segelas kekuasaan.

PMII butuh pemimpin yang menjadi pelindung, bukan pedagang. Yang menjadi rumah, bukan penjara bagi kader kritis. Yang mampu membuka ruang diskusi tanpa diskriminasi. Yang hadir di tengah rakyat, bukan hanya di tengah elite.

Yang paham bahwa kader di pelosok ranting sama mulianya dengan yang sering tampil di panggung formal.

Menunggu Sosok yang Tulus dan Tangguh

Di tengah arus banalitas organisasi hari ini — di mana banyak kader lebih sibuk membuat konten ketimbang membaca buku, diskusi hanya formalitas, dan kaderisasi jadi ladang pelaporan — pemimpin ke depan harus hadir sebagai anomali.

Ia harus melawan arus kekuasaan, meneguhkan kembali PMII sebagai gerakan intelektual dan sosial yang konsisten berpihak pada rakyat.

PMII Mataram sedang menunggu. Tapi bukan menunggu kader yang paling viral, paling banyak baliho, atau paling pandai bersilat lidah. PMII menunggu satu nama: yang datang membawa semangat pengabdian, sadar bahwa memimpin organisasi ini adalah tugas suci, bukan ajang cari simpati.

Jika niatmu hanya ingin tampil, lebih baik mundur.
Jika tujuanmu kekuasaan, lebih baik menepi.

Karena sekali lagi: PMII bukan panggung drama politik.
Ia adalah jalan sunyi menuju surga — jika dijalani dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab.

Maka mari pastikan: siapa pun nakhodanya, ia harus bersih niat, tegak integritas, tajam nalar, dan berani melawan arus.

Previous Post

Karang Taruna Desa Lidung Desak Aparat Hukum dan Pemkab Sarolangun Investigasi Galian C Ilegal

Next Post

BEM Unram geruduk kantor DPRD NTB, Suarakan Isu Nasional

Ruang Intelek

Ruang Intelek

Next Post
BEM Unram geruduk kantor DPRD NTB, Suarakan Isu Nasional

BEM Unram geruduk kantor DPRD NTB, Suarakan Isu Nasional

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • About
  • Privacy Police
  • T.O.S
  • Contact
  • Sitemap
  • Disclaimer

© 2025 By : Ruang Intelek

No Result
View All Result
  • HOME
  • SHOP
  • HOT
  • OPINI
  • POPULER
  • TEORITIK
  • TUTORIAL

© 2025 By : Ruang Intelek