(RI) ~ Sarolangun, 3 Mei 2025 — Dalam pusaran krisis ekonomi nasional yang kian memburuk akibat depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika dan tekanan fiskal yang memaksa pemerintah pusat melakukan efisiensi belanja negara, justru muncul ironi prihal Pemerintah Kabupaten Sarolangun diduga mengalokasikan anggaran yang dinilai Mark Up untuk merenovasi rumah dinas pimpinan DPRD.
Langkah ini menuai kritik tajam dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sarolangun, yang menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk pemborosan dan ketidakpekaan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Ketua Cabang PMII Sarolangun, Muhamad Subra, menyampaikan dengan lantang bahwa proyek rehabilitasi tersebut tidak proporsional, tetapi juga erat dengan dugaan mark-up anggaran yang tertera di pagu anggaran. Ia mempertanyakan urgensi renovasi rumah dinas di tengah banyaknya kebutuhan publik yang mendesak, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan perbaikan infrastruktur dasar.
“Ketika masyarakat masih kesulitan mendapatkan air bersih, akses ke layanan kesehatan yang layak, dan infrastruktur desa yang rusak, alokasi miliaran rupiah untuk karpet, tempat tidur, dan studio video rumah dinas adalah bentuk kegagalan moral dalam menyusun prioritas anggaran,” ungkap Subra dalam pernyataan resmi.
Mengapa Anggaran Rehabilitasi Rumah Dinas Menjadi Sorotan?
PMII melakukan peninjauan ulang terhadap sejumlah pos pengeluaran dalam anggaran rehabilitasi rumah dinas yang dinilai tergolong berlebihan atau bersifat mewah. Beberapa item yang dipertanyakan antara lain :
- Pembelian karpet untuk rumah dinas Ketua DPRD senilai Rp149,6 juta, dengan pemenang tender CV Anugrah Pratama.
- Pengadaan tempat tidur untuk rumah dinas Ketua DPRD seharga Rp187,6 juta.
- Pembelian meubel untuk rumah dinas Ketua DPRD yang mencapai Rp193,6 juta, dimenangkan oleh CV Dami Barika Konstruksi.
- Pembangunan studio video dan film di rumah dinas pimpinan DPRD sebesar Rp184,3 juta.
- Pembangunan gazebo di rumah dinas Wakil Ketua II DPRD dengan nilai anggaran Rp177,7 juta.
- Rehabilitasi ringan dan berat rumah dinas Ketua serta Wakil Ketua I DPRD, masing-masing lebih dari Rp177 juta.
- Pengadaan alat-alat rumah tangga serta AC, dengan nilai antara Rp54 juta hingga Rp91 juta.
PMII menilai bahwa sejumlah pengadaan tersebut tidak mencerminkan skala prioritas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran publik. Jika ditotal, anggaran untuk seluruh proyek ini mencapai kisaran lebih dari Rp 1,2 miliar, yang menurut PMII seharusnya bisa dialokasikan untuk program-program pro-rakyat.
Konteks Ekonomi : Di Mana Rasa Keadilan Anggaran ?
Kritik PMII tidak berdiri dalam ruang hampa melainkan latar belakang ekonomi nasional sedang berada dalam tekanan berat. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar telah meningkatkan beban utang luar negeri, menekan harga bahan pokok, serta mempersempit ruang fiskal pemerintah. Di sisi lain, pemerintah pusat mendorong efisiensi belanja melalui pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga serta perampingan proyek non-prioritas.
Langkah Pemerintah Daerah Sarolangun yang tetap menganggarkan belanja infrastruktur mewah untuk elite legislatif lokal dianggap mencederai semangat efisiensi dan keadilan fiskal.
“Kami tidak menolak perbaikan fasilitas jika memang dibutuhkan, akan tetapi harus jelas dasar kebutuhannya, transparan prosesnya, dan relevan skalanya. Yang kami lawan adalah pola pikir elitis dalam mengelola uang rakyat,” tambah Subra.
Desakan Transparansi dan Ancaman Aksi
PMII Sarolangun mendesak DPRD dan Pemda untuk membuka dokumen perencanaan, tender, dan justifikasi kebutuhan atas proyek tersebut. Mereka menuntut adanya audit independen serta pelibatan publik dalam proses penganggaran di masa mendatang. Jika tuntutan ini diabaikan, PMII menyatakan siap melakukan audiensi terbuka hingga aksi demonstrasi, sebagai bentuk tekanan terhadap pengelolaan keuangan daerah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.







